DISKUSI KEPENULISAN
Bersama mbak Iva Wulandari (penulis buku “siap
menikah tanpa tapi”)
Sabtu, 25 April 2015 di Perpustakaan Masjid
Mujahidin
Mengapa Muslimah harus menulis?
Lifestyle zaman
sekarang, muslimah yang sibuk, jadwal padat, kecenderungan mencari ilmu yang
mudah didapat, jarang yang mau pergi ke kajian dan diskusi. Maka dari itu
dibutuhkan media untuk penyampaian ilmu, agar tetap sampai kebaikan pada
mereka. Pesan kebaikan tidak hanya berisi hadist dan fiqh, pesan kebaikan dapat
dimulai dengan pesan sederhana.
Menulis merupakan sarana
dan mengikat ilmu. Menulis adalah pekerjaan orang yang merasa bodoh, pekerjaaan
orang yang mau belajar, dan perkerjaan orang yang terbuka dengan kritik.
Saat menulis jangan sekadar
menulis yang sedang booming. Menulis dengan mengikuti tren hanya
akan terlewatkan. Kenalilah target pembaca dan sederhanakan bahasa. Penulis
yang baik mampu menyerdahanakan bahasanya agar mudah dipahami oleh pembaca.
Menulis itu mengeluarkan
ilmu yang dimiliki dan dibagi. Ilmu yang hanya disimpan sendiri akan menumpuk
dan menjadi penyakit (penyakit hati, seperti riya’). Gunakan menulis sebagai
investasi pahala.
Bagaimana menjadi seorang penulis?
- Seorang
penulis harus mempunyai daya sentuh. Mengapa saya harus menulis? Mengapa
harus menulis? Ingat orientasi! Orientasi sebagai landasan menulis.
- Dari
niat yang benar, Allah membuat tulisan-tulisan kita menyentuh dan
bermanfaat.
- Penulis
harus punya daya isi dan berbobot. Harus peka kondisi, suka berdiskusi dan
membaca.
- Penulis
harus punya daya memahamkan, kaitannya dengan kesederhanaan bahasa.
Yang perlu diingat!
- Jangan
pernah menulis dengan orientasi royalti, ingin best seller atau hanya
ingin diterbitkan. Tulislah karena Allah
- Beda
antara sempat dan menyempatkan diri, punya timeline.
- Jangan
asal produktif (fokus kualitas, tidak hanya kuantitas)
- Royalti
seorang penulis adalah ketika ada yang tergerak kepada hidayah dan
kebaikan.
- Jangan
menulis untuk dikenang orang, sampaikanlah kebaikan maka sejarah akan
mencatatmu.
Seringkali yang membuat
ujung pena terhenti menuangkan kata adalah keinginan untuk melahirkan tulisan
yang banyak disanjung orang lain. Sementara yang memecah kebuntuan adalah sikap
apa adanya dalam mengungkap kebenaran.
Bagaimana memulai menulis?
Mulailah dengan menulis
gagasan itu sendiri. Gagasan yang baik sering tidak tersampaikan karena sibuk
memikirkan awalan. Awalan adalah gagasan itu sendiri. Kebanyakan yang dilakukan
penulis pemula yaitu menulis sekaligus editing.
Banyak orang yang menunggu
mood untuk menulis, padahal mood menulis bangkit karena kuatnya keinginan
menyampaikan ilmu. Seorang pemalas mood dijadikan alasan untuk tidak memulai dan
meninggalkan sesuatu. Namun para idealis mengendalikan mood untuk menghalau
kemalasan.
Apa yang paling mudah untuk ditulis?
Apa yang diyakini, apa yang
dialami, dan apa yang dirasakan. Seandainya semua orang punya kecerdasan yang
sama untuk menulis, maka KESABARAN lah yang membuat kita berbeda. Kesabaran
dalam menuangkan ide dan gagasan masing-masing.
Apa yang harus kita lakukan sebelum menjadi penulis buku?
- Mulailah dari
hal kecil, bangunlah personal branding, paling mudah
lewat media sosial. Share apa yang bisa di share dan bermanfaat untuk
orang lain.
- Sering-sering
kunjungi web penerbit, lihat syarat dan ketentuan menulis naskah untuk
sebuah penerbit.
- Belajarlah
menulis di media cetak seperti koran, cari koran yang tidak hanya menerima
dan menolak tulisan kita namun cari koran yang memberi feedback untuk
tulisan kita.
Lalu apa yang akan kita tulis?
Segala hal yang ada pada dirimu mampu kamu
tuliskan. Setiap langkah dan waktu yang kau lewati selalu terselip hikmah dari
Allah SWT.
Kapan kita akan memulai?
Segeralah, sempatkan! Karena manusia tidak
pernah selesai dengan urusannya.
“Bukan kecerdasan yang
membuat penulis menjadi besar, kehausan pada ilmu lah yang membuat setiap
goresan pena menjadi penuh makna”
Komentar