Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2015

PUASA DAN KESALEHAN SOSIAL

Puasa merupakan ibadah yang bersifat privat (pribadi), semata-mata hubungan hamba terhadap Allah. Hal ini berbeda dengan ibadah-ibadah lain, dimana keterlibatan dan pengetahuan orang lain begitu nyata. Misalnya Shalat, orang lain dapat melihat kita shalat. Sedangkan puasa? Siapa yang tahu jika kita pura-pura puasa? Namun demikian, puasa sebagai ibadah yang bersifat sangat pribadi, di dalamnya mengandung ajaran-ajaran sosial masyarakat. Puasa mengantarkan manusia pada kesalehan individu dan kesalehan sosial. Kesalehan individu bersifat ritualistik, sedangkan kesalehan sosial bernuansa sosiologis. Dalam puasa, Allah menjanjikan banyak pahala bagi kita yang melakukan ibadah. Di sisi lain, Allah pun menyuruh kita untuk memberi sedekah, memberi makan untuk berbuka, dan lain-lain. Hal ini merupakan perintah yang jelas bagi kita agar lebih memerhatikan sosial. Oleh karena itu, kata iman di dalam Al Qur’an selalu disandingkan dengan kata ‘amalun shalihun (amal saleh). Selama ini yang kit

Mengikuti Jejak Generasi Terbaik

“ Tidak akan baik generasi akhir umat ini kecuali dengan apa yang membuat generasi awalnya menjadi baik ” dari Imam Malik rahimahullah. Tak terpungkiri lagi, kita adalah umat terakhir, berada di akhir zaman. Rasulullah Saw, sebagai nabi terakhir telah menyempurnakan segalanya, apa yang telah dibawakan oleh para nabi sebelumnya. Kita memang tidak akan pernah bertemu Rasulullah, para sahabat Nabi, serta umat-Nya zaman itu di dunia ini. Beliau serta umat pada zaman-Nya meninggal jauh sebelum kita terlahir. Namun, kisah-kisahnya merupakan kebenaran sejarah yang nyata terjadi di dunia ini. Sebagai generasi penutup zaman, adanya hanya kepercayaan dan keyakinan atas apa yang telah terjadi di muka bumi. Jelas sekali kisah Rasullah dan para sahabatnya tertuang dalam kitab suci Al Qur’an dan juga As Sunah yang menjadi pedoman hidup kita sebagai manusia di akhir zaman. Orang-orang yang hidup pada zaman Nabi adalah generasi terbaik dari umat ini. Mereka telah mendapat pujian langsung dari Allah

ISRA MI’RAJ

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS Al Isra: 1) Isra’ secara bahasa berasal dari kata ‘saro’ bermakna perjalanan di malam hari. Adapun secara istilah, Isra’ adalah perjalanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama Jibril dari Mekkah ke masjidil Aqsha. Mi’raj secara bahasa adalah suatu alat yang dipakai untuk naik. Adapun secara istilah, Mi’raj bermakna tangga khusus yang digunakan oleh  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk naik dari bumi menuju ke atas langit. Dalam perjalanan Nabi SAW saat mencapai langit, Beliau bertemu dengan beberapa Rasul Allah dari mulai lapis langit pertama hingga ketujuh. Pada lapis langit ketujuh, Nabi SAW melanjutkan perjalanannya ke suatu tempat yang dinamakan Sidratul Munta

Berbekal Imu Menunaikan Amanah

Setiap detik waktu dalam perjalanan panjang manusia, tidak ada satupun yang terlewat dari apa yang disebut amanah. Amanah wajib dipikul dan ditunaikan, tidak boleh disia-siakan dan diingkari. Amanah bukanlah perkara mudah dan juga bukan perkara sulit. Manusia diberikan amanah oleh Allah, pertama sebagai hamba Allah dan kedua sebagai khalifah. Manusia sebagai hamba Allah dikaitkan dengan kewajibannya untuk beribadah kepada Allah, sedangkan manusia sebagai khalifah, terkait dengan kewajiban manusia untuk memelihara dan mengelola bumi Allah. Tentunya dengan sebaik-baik pemerliharaan yang mampu diusahakan dan untuk kebermanfaatan seluruh makhluk ciptaan Allah. Dalam tugasnya sebagai khalifah, Allah memberikan kebebasan dalam mengelola bumi. Namun haruslah tetap berdasarkan landasan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Maka dari itu perlunya ilmu sebagai bekal manusia dalam menunaikan amanah. Tanpa ilmu, manusia hanya sekadar hidup secara fisik, sedangkan ruh dan hatinya mati. Allah san