Kajian Ramadhan Skuy (KRS#4): Pergerakan Sosial Pemuda Muslim Lewat Kolektivitas Ekonomi di Tengah Pandemi
Pemateri :
Muhammad Sulthan Farras Nanz
Moderator :
Bagus Febriyono
Hari/tanggal :
Kamis, 7 Mei 2020
Kolektivitas ekonomi
selaras dengan misi mulia umat islam untuk menjadi rahmatan lil alamin, bukan
terbatas pada rahmatan lil muslimin. Maka dari itu kita didorong untuk terus
berkontribusi dan menebar manfaat bagi setiap insan, dengan tidak mendiskriminasi
atas agama, ras, suku, atau golongan. Kolektivitas yang ada dalam struktur
sosial masyarakat sebagai budaya dan kondisi psikologi individu, membuat
berbagai gerakan kolektif masyarakat lebih mudah karena individu
menginternalisasi kepentingan/tujuan kelompok dalam derajat yang lebih tinggi.
Hal ini juga mendorong adanya kesesuaian dan menekan adanya ketergantungan pada
individu.
Dalam kondisi krisis
seperti saat ini, kolektivisme memiliki keunggulan dalam hal koordinasi proses
produksi dan distribusi dalam berbagai bentuk, dan meningkatkan efisiensi dalam
rantai ekonomi. Sedangkan individualisme unggul dalam menciptakan inovasi
dengan imbalan berupa materil maupun prestis sosial. Dari segi ekonomi,
kolektivisme relevan dengan konsep ekonomi Malthusian, dimana semua sumber daya
dialokasikan untuk konsumsi kelangsungan hidup, ekonomi kolektivis akan
menunjukan tingkat output per-kapita yang lebih tinggi.
Terdapat relevansi antara
konsep Malthusian terhadap kondisi saat ini, dimana sumber daya mayoritas akan diarahkan
untuk kelangsungan hidup, seperti pangan, obat-obatan, alat kesehatan, dan
transportasi. Yakni ketika sumber daya ekonomi akan difokuskan pada tujuan
primer ketika krisis wabah Covid-19 ini melanda.
Menurut Imam Ghazali
berkaitan dengan gerakan kolektif, ia menyarankan untuk mencari sumber ekonomi
secukupnya, dalam konteks untuk memenuhi kebutuhan, jadi diutamakan untuk dapat
memenuhi kebutuhan dengan baik. Namun kita juga diperbolehkan untuk mencari
rezeki sebanyak mungkin sebagai bagian dari kebutuhan juga, dalam hal ini,
kebutuhan dalam konteks ketika ingin berjuang, seperti untuk mengembangkan
pondok, mendirikan sekolah, berkontribusi dalam mengentaskan kemiskinan, itu
tidak masalah karena bagian dari jihad.
Wabah COVID-19 membuat
penurunan tingkat konsumsi secara drastis di Yogyakarta, terutama ketika
penghasilan dari sektor utama seperti pariwisata dan jasa menunjukan kontraksi
serius. Penurunan konsumsi masyarakat akan secara signifikan mempengaruhi
kondisi ekonomi Yogyakarta. Dalam lingkup sosial yang memiliki derajat kolektif
tinggi, individu akan bertindak layaknya Homo sociologicus daripada Homo
economicus, dimana tindakan mereka bergantung pada norma, ekspektasi, dan
kepentingan kelompok dimana mereka berada.
Dalam kondisi krisis ini
hal yang dapat dilihat dari sudut pandang kolektivisme ekonomi adalah munculnya
gerakan sosial berupa dapur umum yang diselenggarakan oleh Solidaritas Pangan
Yogyakarta yang menjadi solusi atas kemacetan ekonomi yang terjadi, dengan
kompromi kelas menengah-atas untuk menyisihkan sebagian uangnya untuk
didonasikan, dengan begitu rumah tangga yang daya belinya turun dapat terbantu.
Terdapat kenaikan tingkat
imbal balik antar individu yang memilih untuk berkompromi & bekerjasama
dibandingkan individu yang memilih untuk defect. Dapat diartikan bahwa untuk
memberikan solusi pada kegagalan pasar, setiap komponen yang ada harus
melakukan kompromi & bekerjasama untuk mendapatkan solusi yang memberikan
output terbaik. Apabila gerakan ini direplikasi dan terjadi secara simultan di
lokasi-lokasi lain, tentu memberikan efek domino untuk menjaga perputaran roda
ekonomi masyarakat Yogyakarta, bahkan dalam lingkup lebih luas bagi Indonesia.
Kita sebagai generasi
muda sudah sepatutnya mengaktualisasikan idealisme dan intelektualisme kita
dalam bentuk nyata, sebagai bagian dari ikhtiar kita sebagai Ulul Albab'. Ulul
Albab’ yang senantiasa menghiasi waktunya dengan dua aktivitas utama, yaitu
berpikir dan berzikir. Kedua aktivitas ini berjalan seiring sejalan.
Komentar