Artikel Pendidikan Islam: Pemuda Bukan Remaja
Pemuda Bukan
Remaja
RR Iza Rahma
Wulandari (Bimbingan dan Konseling UNY)
e-mail: izarahmawulandari1606@gmail.com
(Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke
dalam gua, lalu mereka berdoa: “wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami
dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami
(ini)”.
(Q.S. Al-Kahfi [18]: 10)
Dalam
kehidupan seorang muslim, pada dasarnya anak yang sudah memasuki usia baligh ia
sudah memiliki kewajiban untuk menanggung beban syariah. Selain itu
keterampilan manajemen diri, kedewasaan mental, serta kemandirian sudah
seharusnya menjadi bagian yang dimiliki oleh anak usia baligh. Bahkan dalam
Islam tidak mengenal istilah fase remaja, usia yang dalam budaya masyarakat
sangat diwajarkan jika anak berbuat suat kesalahan dan masih belum menjalankan
aturan syariah dengan benar.
Aqil
baligh adalah kondisi di mana seseorang mencapai kedewasaan baik secara
biologis (seksual-reproduksi) maupun psikologis (emosional, rasional, dan
sosial). Seseorang yang telah berhasil mencapai aqil baligh disebut mukallaf,
bahkan seorang mukallaf sudah selayaknya mampu memikul “beban kehidupan yang seutuhnya”. Keadaan Baligh nantinya akan
natural dicapai oleh seorang anak, meskipun waktu pencapaian itu berbeda. Namun
untuk mencapai keadaan aqil, ternyata perlu perjuangan yang kuat melalui
pendidikan keluarga. Seperti yang dapat dilihat pada saat ini, masih banyak
anak yang sudah memasuki usia baligh namun membutuhkan waktu yang lama dan
tenaga yang ekstra untuk mencapai keadaan aqil (kedewasaan mental). Beberapa
dari mereka bahkan tidak memiliki kedewasaan mental walaupun sudah masuk
jenjang pernikahan atau bahkan sudah memasuki usia tua. Akibatnya angka
perceraian meningkat, banyak orang yang tidak mampu membangun rumah tangga,
menelantarkan anak, dan salah satu penyebabnya adalah banyaknya pemuda-pemudi
yang menikah tanpa dibekali ilmu, kedewasaan mental, serta kecakapan yang cukup
untuk mengelola rumah tangga. Lalu, bagaimana seorang anak yang telah mencapai
aqil baligh itu?
Manusia
yang telah mencapai aqil baligh adalah manusia yang telah sanggup bertanggung
jawab terhadap dirinya, memiliki kemampuan problem solving, mengambil keputusan
atas dasar kekuatan pribadi, bahkan idealnya anak telah siap memikul tanggung
jawab berkeluarga.
“Dan hendaklah takut kepada
Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar.” (Q.S. An-Nisa [4]: 9)
Ayat
di atas menunjukkan bahwa kita diperintahkan untuk mencetak generasi yang kuat
dan jangan sampai meninggalkan generasi lemah.
Seorang mukallaf
telah memiliki kewajiban untuk menjalankan semua perintah dan larangan Allah,
dan pundaknya telah terbebani oleh beban syariat itu berarti seluruh amal
perbuatannya sudah mulai di hisab.
Membangun Konsep Diri Pemuda
Pada
dasarnya semua pemuda ingin dipandang “keren” oleh orang lain, sehingga konsep
diri nantinya akan mengarah pada bagaimana makna “keren” yang akan seorang anak
itu bawa untuk kehidupannya. Seorang yang merasa keren karena sebatas
penampilan, akan memaksimalkan untuk make-up, membeli pakaian, dan
pernak-pernik yang lain. Ada pula yang memiliki makna keren berkaitan dengan
minat dan bakat. Sedangkan mereka yang memiliki makna keren dengan eksistensi
sebagai anak yang nakal, hobi membolos, merokok, berkelahi, dan lain-lain.
Sehingga sejak dini perlu adanya peran orang tua untuk mengarahkan makna keren
dalam diri anak. Misalnya, orang tua dapat menanamkan pemuda yang keren adalah
yang shalat wajib di masjid, pemuda keren adalah mereka yang setiap hari bisa
tilawah 1 Juz, pemuda keren itu yang cinta ilmu dan berprestasi dalam belajar,
pemuda yang keren itu adalah mereka yang amar ma’ruf nahi munkar. Yang paling
terpennting adalah, bagaimana menjadi keren di mata Allah. “Jika anak sudah memiliki konsep
diri sebagai seorang muslim yang baik, biasanya mereka akan memiliki tujuan
hidup yang spesifik dan bisa diarahkan untuk memperbaiki peradaban”.
Minimal
ketika masuk usia baligh, anak bisa mengenali tujuan penciptaan dirinya di muka
bumi. Sembari menemukan dan menggali fitrah bakat, anak bisa menentukan misi
peradaban apa yang akan ia ambil sesuai dengan passionnya. Salah satu upaya
untuk mewujudkan hal ini adalah mengenalkan kisah-kisah eladan di manusia
terbaik sepanjang zaman. Kisah tersebut mampu membantu anak untuk memaknai
kemuliaan tujuan hidup mereka serta mreka bisa semakin mengimplementasikan
nilai kebaikan yang ada dalam kisah tersebut. Semakin terlambat orang tua dalam
megenalkan tujuan hidup anak, semakin
besar pula energi yang dibutuhkan. Orang tua dapat memanfaatka moment-moment
tertentu untuk nantunya memasukkan nilai-nilai keislaman. Biasanya momen-momen
tertentu menjadikan anak lebih memiliki niat yang kuat untuk berubadah kepada
Allah, salah satunya adalah ketika anak hendak ujian kelulusan, ujian perguruan
tinggi, memiliki anak, dan lain-lain. Sehingga bisa diakitkan antara kbesaran
Allah dengan peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi.
Daftar Pustaka
Al-Qur’anul
Kariim
Barkiah,
Kiki. 2019. Pemuda
Bukan Remaja. Bandung
Barat: CV. Mastaka Global Informa.
Komentar